Wirausaha Muda Membangun Desa: Dinamika Partisipasi Pembangunan Desa


 Assalamualaikum Wr. Wb. Hai Guys, gimana kabarnya? Semoga sehat selalu, diberi keberkahan, kelancaran dan selalu dalam lindungan Allah SWT, Amin YRA. Kembali lagi dengan blog saya yang menyajikan mengenai Kewirausahaan islami. Kali ini tema yang akan saya bahas adalah Wirausaha Muda Membangun Desa: Dinamika Partisipasi Pembangunan Desa.

 Potret pembangunan desa mengalami perubahan yaitu paska adanya Undang-Undang Desa yang memunculkan visi dan komitmen baru terhadap desa. Harapan baru perubahan pembangunan bagi desa menjadi fokus para pihak termasuk pemuda. Beragam inisiatif pemuda muncul di beberapa wilayah Indonesia yang dapat memberikan kontribusi positif dalam proses perubahan sosial di desa.  Kapasitas pemuda dalam memobilisasi elemen masyarakat desa menjadi bagian penting dalam proses menggerakkan partisipasi warga untuk membangun desa. Implikasinya adalah adanya nilai tambah bagi desa yang muncul dari kemampuan kolektif untuk mendayagunakan potensi maupun aset lokal di desa. 


 Pembangunan desa dalam konteks kekinian menunjukkan arah pada kemandirian masyarakat. Pendapat dari Agusta, dkk. (2014) memberi poin penting bahwa kemandirian masyarakat dipandang sebagai suatu kondisi yang terbentuk melalui perilaku kolektif masyarakat melakukan perubahan sosial. Perubahan perilaku kolektif itu dapat didukung melalui program intervensi masyarakat yang dikembangkan oleh pihak luar (pemerintah) yang mensyaratkan adanya gerakan partisipasi masyarakat. Selain itu dapat juga muncul atas dasar inisiatif dan kreativitas masyarakat setempat. Salah satu kajian terdahulu yang menunjukkan perlunya memasukkan unsur pemuda dalam pembangunan desa dilakukan oleh Kartika (2013) yaitu potensi kaum muda di desa dapat dioptimalkan melalui kewirausahaan sesuai minat dan bakat pemuda serta potensi daerah. Penelitian tersebut menunjukkan pentingnya peran pemuda dalam mengembangkan program pembangunan perdesaan yang dirintis secara berkelanjutan oleh pemuda maupun organisasi pemuda. Dari kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemuda sebagai salah satu elemen masyarakat desa memiliki peluang sama dalam peran pembangunan untuk kemajuan dan pengembangan desa. Dalam konteks pembangunan desa, pemuda menempati posisi sentral dalam dinamika perjalanan perkembangan desa termasuk menjadi bagian dari agen yang secara kreatif dan inovatif mampu memanfaatkan berbagai macam peluang ekonomi yang kemudian mereka dikenal sebagai wirausaha muda. Konsep kewirausahaan senantiasa mengalami perkembangan yaitu tidak hanya membahas aspek mentalitas, kreativitas dan inovasi tetapi mengalami perubahan paradigma untuk merespon kemajuan perubahan dan adaptasi terhadap lingkungan (Puspitasari, 2016). Bila mencermati lebih lanjut, saat ini untuk wilayah desa, gerakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kewirausahaan desa dilakukan oleh pemuda. Kapasitas pengetahuan, semangat serta daya juang yang dimiliki oleh pemuda ini menjadi ‘daya ungkit’ untuk mengoptimalkan berkah sumber daya alam maupun sumber daya lainnya yang ada di wilayah perdesaan. Kondisi ini selaras dengan momentum perubahan paradigma pembangunan desa paska implementasi Undang-Undang Desa Tahun 2014 yang mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa bagi kesejahteraan masyarakat desa. Dengan demikian, pemuda menjadi modal penting dalam proses dan pengawalan pembangunan desa secara jangka panjang.

 Pengembangan kewirausahaan di desa ini menjadi salah satu bentuk peningkatan nilai tambah bagi desa untuk menuju innovation driven economy sesuai dengan visi pembangunan 2025 yang diwujudkan melalui 3 (tiga) hal yaitu: 

(1) peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) sumber daya alam (SDA), geografis wilayah dan sumber daya manusia (SDM) melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antarkawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, 

(2) mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional, dan 

(3) mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan (Kartika (2013). 

Pernyataan tersebut menunjukkan adanya peluang bagi desa untuk ‘membangun Indonesia’. Perspektif baru pembangunan desa menjadi alternatif baru bagi desa untuk menempatkan warga desa termasuk pemuda sebagai subyek dalam pembangunan desa yang berupaya membawa cita-cita kesejahteraan bersama dan berkelanjutan di masa mendatang.

Kondisi wilayah perdesaan yang ada di Indonesia memiliki beragam karakteristik sosial ekonomi dan tingkat perkembangannya. Secara umum dalam perumusan kebijakan pembangunan, desa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu 

1. Desa cepat berkembang, 

 Desa cepat berkembang kebanyakan adalah desa yang dekat dengan atau mempunyai akses yang mudah ke kota. Kegiatan ekonomi masyarakatnya sudah mulai berorientasi pada ekonomi pasar dan menunjukkan perubahan dalam adat dan kebudayaannya.

2. Desa potensial berkembang dan 

 Sementara kelompok desa potensial berkembang, kegiatan ekonomi masyarakatnya ada di sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan dengan ciri homogen dalam hal adat dan kebudayaannya.

3. Desa tertinggal. 

 Untuk kelompok desa ketiga yaitu desa yang mempunyai masalah atau keterbatasan tertentu seperti sumberdaya maupun lainnya sehingga menyebabkan kemiskinan desa Rustiadi dan Sugimin (2007).

Dari pernyataan tersebut, kedua wilayah yang menjadi kajian ada pada kondisi desa dengan keterbatasan dan masalah sosial. Untuk masyarakat wilayah Desa Nglanggeran, Gunung kidul ada pada kondisi miskin. Sementara desa-desa yang ada dalam pendampingan Gerakan Banten Bangun Desa ada pada kondisi kemiskinan dan pengangguran.

Konsep partisipasi masyarakat, salah satunya dapat mengacu pendapat Mikkelsen (Rukminto, 2008) yaitu: 

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek (pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam pengambilan keputusan; 

2. Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima dan merespon berbagai proyek pembangunan; 

3. Partisipasi adalah suatu proses aktif yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu; 

4. Partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplementasian, pemantauan dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial ataupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat; 

5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat; 

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri. 

 Bila dikaitkan dengan konsep jaringan, koordinasi menjadi kata kunci untuk menjelaskan bahwa organisasi dikelola oleh aktor-aktor yang setara (horisontalisasi aktor), bukan dalam kerangka kerja top-down. Kondisi ini yang diupayakan oleh penggerak kewirausahaan desa (wirausaha muda) untuk membangun dan merawat jejaring. Berikut ini adalah elemen pembangun dan perawat jejaring (network building and maintaining):

              Tabel 1. Elemen Pembangun dan Perawat Jejaring

ELEMEN PEMBANGUN JEJARING

ELEMEN UNTUK MEMPERTAHANKAN DAN

MERAWAT JEJARING

Adanya kegunaan yang jelas

Adanya kesepakatan norma yang jelas

Masing-masing anggota mempunyai

komitmen

Adanya sistem komunikasi

Ada misi dan agenda bersama yang

jelas

Organisasi yang longgar

Adanya visi dan identitas bersama

Adanya kepemimpinan bersama

Pendefinisian peran dan fungsi sesuai

dengan potensi dan karakter aktor

Kepercayaan (trust)

Pendefinisian aturan main dan proses

pengambilan keputusan

Partisipasi yang luas di antara anggota

Pengidentifikasian          skill          dan

sumberdaya yang dimiliki anggota

Sharing agenda dan informasi

(Sumber: Puspitasari, 2012 dalam Modul Kepemimpinan Pemuda).

Satu hal yang mesti dipahami, jejaring bukanlah sesuatu yang hadir dengan sendirinya secara alamiah. Jejaring melibatkan proses aktif nan dinamis, termasuk juga konflik dan negosiasi baik secara internal maupun dengan aktor eksternal yang menjadi target perubahan. Oleh karena itu, jejaring memerlukan adanya komitmen aktif untuk melakukan pembelajaran (lessons drawing) agar dinamika serta konflik dapat dikelola (Pamungkas dalam Puspitasari, 2012). Atas  dasar itulah, diperlukan adanya kemampuan untuk membangun dan merawat jejaring yang ada.

 

Pembangunan desa merupakan salah satu bentuk investasi negara baik berupa kebijakan maupun pendanaan ini memiliki sederet tujuan mulia yaitu untuk mendistribusikan layanan sosial bagi masyarakat, menanggulangi kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan sumber daya manusia, membuka kesempatan kerja yang berujung pada kesejahteraan masyarakat desa. Beragam tantangan dan peluang muncul mengiringi cita dan harapan tersebut yang perlu dijawab oleh seluruh elemen masyarakat desa mulai dari aparatur desa, kelembagaan desa sampai dengan pemuda. Peranan dari semua unsur lokal masyarakat desa dalam mengelola potensi dan aset desa sebenarnya juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas mereka guna mencapai peranannya yang lebih baik. Pengalaman kedua pemuda penggerak desa (wirausaha muda desa) menjadi penting khususnya untuk memobilisasi potensi dan aset desa dengan upaya-upaya serius dalam pelibatan elemen masyarakat desa. Dengan demikian tidak terjadi kondisi stagnasi produktivitas desa yaitu desa dapat tumbuh seiring dengan adanya pasokan-pasokan input pendapatan bagi desa karena adanya optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal desa.

Pengembangan kewirausahaan desa yang salah satunya dimotori oleh unsur pemuda ini menjadi ‘daya ungkit’ untuk membangkitkan spirit kolektif warga desa dalam proses penciptaan nilai tambah di kawasan perdesaan oleh masyarakat sendiri. Penguatan kapasitas pemuda dan masyarakat menjadi bagian penting yang dilakukan oleh pemuda dan diupayakan terbentuk secara keberlanjutan dengan tidak menciptakan ketergantungan baru kepada berbagai pihak. Dengan kata lain, pengembangan kapasitas tersebut tumbuh secara mandiri di masyarakat sehingga mendorong terjadinya proses pembelajaran secara sosial (social learning). Dalam penjelasan Rustiadi dan Sugimin (2007) yaitu social learning dapat terjadi ketika institusi dalam suatu wilayah perdesaan mampu meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Dalam praktek di kedua wilayah kajian menunjukkan bahwa pemuda menjadi inisiator sekaligus pelaku bahkan menjadi teladan untuk membangun kekuatan sosial masyarakat dalam membangun desa.

Demikian hal yang dapat saya share untuk teman-teman dalam blog saya ini. Kurang lebihnya saya mohon maaf apabila ada hal yang kurang berkenan dalam postingan saya. Semoga postingan tersebut dapat bermanfaat dan menambah wawasan untuk semuanya. Sampai bertemu di postingan selanjutnya, tentunya dengan hal yang bermanfaat dan materi yang lebih menarik. Nantikan di postingan berikutnya. Terima Kasih😉

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ciri-ciri Muslimpreneur dari Pandangan Muslim Sarjana dan Akademisi